Pengikut

Pages

KALA DUA PERSALINAN


Pendahuluan
Bab ini menguraikan berbagai proses yang terjadi selama kala dua persalinan dan asuhan yang diperlukan untuk memadu kelancaran proses tersebut. Proses-proses fisiologis yang terjadi mulai dari adanya gejala dan tanda kala dua dan berakhir dengan lahirnya bayi. Penolong persalinan, selain diharapkan mampu untuk memfasilitasi berbagai proses tersebut, juga terampil dalam mencegah terjadinya berbagai penyulit, mengenali gangguan atau komplikasi sejak tahap yang paling dini, dan menatalaksanakan atau merujuk ibu bersalin secara adekuat dan tepat waktu.

Tujuan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan dapat :
1.      Menjelaskan batasan, gejala dan tanda kala dua persalinan.
2.      Membuat persiapan untuk memandu dan memberikan asuhan kala dua persalinan.
3.      Menilai kemajuan kala dua persalinan.
4.      Menilai kondisi bayi selama kala dua persalinan.
5.      Memperagakan posisi dan cara membimbing ibu untuk meneran.
6.      Menjelaskan indikasi dan jenis tindakan yang diperlukan pada kala dua persalinan.
7.      Menjelaskan prosedur untuk melahirkan dan menolong bayi.
8.      Menjelaskan alasan dan cara merujuk ibu bersalin dan/atau bayi baru lahir.

1.      Batasan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.

1.1  Gejala dan Tanda Kala Dua Persalinan
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
·         Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
·         Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
·         Perineum menonjol.
·         Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
·         Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasi kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah :
·         Pembukaan serviks telah lengkap, atau
·         Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

2.      Persiapan Penolong Persalinan
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan penerapan prinsip dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi.

2.1  Sarung Tangan
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai selalu dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomo, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi baru lahir. Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus menjadi bagian dari perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set) dan prosedur penjahitan (suturing atau heckting set). Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi, robek atau bocor.

2.2  Perlengkapan Pelindung Pribadi
Pelindung pribadi meupakan penghalang atau barier antara penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kacamata) yang bersih dan nyaman. Kenakan semua perlengkapan pelindung pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat penjahitan laserasi atau luka episiotomi.


2.3  Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan
Penolong persalinan harus menilai ruangan di mana proses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup (baik melalui jendela, lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya). Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal dan pelapis anti bocor (plastik) apabila hanya beralaskan kayu atau di atas kasur yang diletakkan di atas lantai (lapisi dengan plastik dan kain bersih). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja atau permukaan yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi dengan baik; termasuk perlengkapan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi atau luka episiotomi dan resusitasi bayi baru lahir. Semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam set tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Daftar tilik lengkap untuk bahan-bahan perlengkapan dan obat-obatan esensial yang dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir.

2.4  Penyiapan Tempat dan Lingkungan untuk Kelahiran Bayi
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan pada bayi baru lahir harus dimulai sebelum kelahiran bayi itu sendiri. Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi baru lahir dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 25oC), pencahayaannya cukup, dan bebas dari tiupan angin (matikan kipas angin atau pendingin udara bila sedang terpasang). Bila ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin, sebaiknya disediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.

2.5  Persiapan Ibu dan Keluarga
Asuhan Sayang Ibu
·         Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
·         Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
·         Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
·         Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
·         Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran (lihat Gambar 1 sampai 3 untuk contoh berbagai posisi meneran).
·         Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan napas. Anjurkan ibu beristirahat di antara kontraksi.
Alasan: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
·         Anjurkan ibu untuk minum selama kala dua persalinan.
Alasan: Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).
·         Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tenteramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin, periksa dalam).
Membersihkan Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada kala dua persalinan diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih. Bersihkan mulai dari bagian atas ke arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan di dekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal itu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atau tangan yang sedang menggunakan sarung tangan. Ganti alas bokong dan sarung tangan DTT. Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.

Mengosongkan Kandung Kemih
Anjurkan ibu dapat berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.
Alasan: Kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi. Selain itu juga akan menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan pascapersalinan.

Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Katerisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tak mampu berkemih sendiri.
Alasan: Selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan risiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.

2.6  Amniotomi
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap perlu dilakukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan.

3.      Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua
Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi yang nyaman, baik beridiri, berjongkok atau miring yang dapat mempersingkat kala dua. Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran jika ibu memang menginginkannya atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dialaminya.
Pada masa sebelum ini, sebagianbesar penolong akan segera memimpin persalinan dengan menginstruksikan untuk “menarik nafas panjang dan meneran” segera setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih (“meneran dengan tenggorokan terkatup” atau manuver Valsava), tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995). Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan menurunnya denyut jantung janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari normal (Enkin, at al, 2000). Cara meneran seperti tersebut di atas, tidak termasuk dalam penatalaksanaan fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua, ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi.

3.1  Membimbing Ibu untuk Meneran
Bila tanda pasi kala dua telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.
Mendiagnosis kala dua persalinan dan memulai meneran:
·         Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih yang mengalir).
·         Pakai satu sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam.
·         Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam.
·         Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memasikan pembukaan sudah lengkap (10 cm), lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI.
·         Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan ibu dan bantu ibu mendapatkan posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan di sekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catatkan semua temuan pada partograf.
·         Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernapas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menahan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
·         Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan-dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan pada partograf.  Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat di antara kontraksi.
·         Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untun meneran. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catatkan semua temuan paa partograf.
Beri cukup cairan dan anjurkan/perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit. Stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi. Jika ibu ingin meneran, lihat petunjuk pada butir 7 di atas.
·         Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum dna pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
·         Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut di atas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-panggul (CPD).

3.2  Posisi Ibu Saat Meneran
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua kerana hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.














Gambar 1: Posisi duduk atau setengah duduk

Posisi duduk atau setengah duduk (Gambar 1) dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya grafitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.
Bagan 1 : Alir untuk Penatalaksanaan Fisiologis Persalinan Kala Dua

Rujuk segera
 
 











































Gambar 2: Jongkok atau berdiri

Jongkok atau berdiri (Gambar 2) membantu mempercepat kemajuan kala dua persalinan dan mengurangi rasa nyeri.










Gambar 3: Merangkak atau berbaring miring ke kiri

Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring ke kiri (Gambar 3) membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi berbaring miring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi risiko terjadinya laserasi perineum.
Cara Meneran
·         Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.
·         Beritahukan untuk tidak menahan napas saat meneran.
·         Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
·         Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
·         Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.
·         Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan ruptura uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukan itu.
Catatan: Jika ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran (lihat Alur Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua).

4.      Menolong Kelahiran Bayi
4.1  Posisi Ibu Saat Melahirkan
Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring telentang (supine position).
Alasan: Jika ibu berbaring telentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring telentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih di bawah ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau handuk bersih di atas perut ibu sebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.


4.2  Pencegah Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat (dibahas di bagian selanjutnya) dapat mengatur kecfepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernapas dengan cepat pada waktunya. Gambar 4 memperagakan bagaimana cara membimbing ibu untuk melahirkan kepala bayi.
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomo secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepalan dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin, et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya.

Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan:
·         Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma
·         Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
·         Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum
·         Meningkatnya risiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan)




Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan :
·         Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
·         Penyulit kelahiran per vaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forsep) atau ekstraksi vakum)
·         Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan
Jika perlu dilakukan episiotomi, lihat Lampiran.





















Gambar 4: Bimbingan Saat Membantu Kelahiran Kepala Bayi
Disadur dari Beck, Buffington & Mc Dermot, 1998

4.3  Melahirkan Kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perinuem.
Alasan: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
Perhatikan perineum pada saat kepala keluar dan dilahirkan. Uasap muka bayi dengan kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lendir dan darah dari mulut dan hidung bayi.












Gambar 5: Melahirkan kepala

Jangan melakukan pengisapan lendir secara rutin pada mulut dan hidung bayi. Sebagian besar bayi sehat dapat menghilangkan lendir tersebut secara alamiah pada dengan mekanisme bersin dan menangis saat lahir. Pada pengisapan lendir yang terlalu dalam, ujung kanul pengisap dapat menyentuh daerah orofaring yang kaya dengan persyarafan parasimpatis sehingga dapat menimbulkan reaksi vaso-vagal. Reaksi ini menyebabkan perlambatan denyut jantung (bradikardia) dan/atau henti napas (apnea) sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa bayi (Enkin, at al, 2000). Dengan alasan itu maka pengisapan lendir secara rutin menjadi tidak dianjurkan.
Selalu isap mulut bayi lebih dulu sebelum mengisap hidungnya. Mengisap hidung lebih dulu dapat menyebabkan bayi menarik napas dan terjasi aspirasi mekonium atau cairan yang ada di mulutnya. Jangan masukkan kateter atau bola karet penghisap terlalu dalam pada mulut atau hidung bayi. Hisap lendir pada bayi dengan lembut, hindari penghisapan yang dalam dan agresif.

Periksa tali pusat pada leher
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat di antara 2 klem tersebut.











Gambar 6: Pemeriksaan Tali Pusat Pada Leher
Diadaptasi dari: Martin, 1996



4.4  Melahirkan bahu
·         Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan.
·         Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis.
·         Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.








                Melahirkan bahu interior                 Melahirkan bahu posterior
Gambar 7: Melahirkan Bahu
Sumber: Varney, 1997

Catatan: Sulit untuk memperkirakan kapan distosia bahu dapat terjadi. Sebaiknya selalu diantisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap kelahiran bayi, terutama pada bayi-bayi besar dan penurunan kepala lebih lambat dari biasanya. Jika terjadi distosia bahu maka tatalaksana sebaik mungkin (lihat Lampiran).

Tanda-tanda dan gejala-gejala distosia bahu adalah sebagai berikut:
·         Kepala seperti tertahan di dalam vagina.
·         Kepala lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar.
·         Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign).


















Gambar 8: Melahirkan tubuy bayi
Sumber: Varney, 1997

4.5  Melahirkan Seluruh Tubu Bayi
·         Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
·         Gunakan jari-jari tangan yang sama untuk mengendalikan kelahiran siku dan tangan pada sisi posterior bayi pada saat melewati perineum.
·         Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum.
·         Tangan bawah (pasterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir (Gambar 8).
·         Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bagian anterior.
·         Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong dan kaki (Gambar 8).
·         Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan lainnya (Gambar 8).
·         Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
·         Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.

4.6  Memotong Tali Pusat
Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Gambar 9). Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan baik.











Gambar 9: Memotong Tali Pusat
Sumber: Martin, 1996
Tabel 1: Indikasi untuk tindakan dan rujukan segera selama kala dua persalinan
Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan
·       Nadi
·       Tekanan Darah
·       Pernafasan
·       Kondisi keseluruhan
·       Urin
Tanda atau gejala syok:
·     Nadi cepat, lemath (110 x/menit atau lebih)
·     Tekanan darah rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
·     Pucat pasi
·     Berkeringat atau dingin, kulit lembab
·     Nafas cepat (lebih dari 30 x/menit)
·     Cemas, bingung atau tidak sadar
·     Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam)
1.   Baringkan miring ke kiri.
2.   Naikkan kedua kaki untuk meningkatkan aliran darah ke jantung.
3.   Pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS. Infuskan 1 L dalam 15 sampai 20 menit; jika mungkin infuskan 2 L dalam waktu satu jam pertama, kemudian turunkan ke 125 cc/jam.
4.   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
5.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·       Nadi
·       Urin
Tanda atau gejala dehidrasi:
·     Perubahan nadi (100 x/menit atau lebih)
·     Urin pekat
·     Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam)
1.   Anjurkan untuk minum.
2.   Nilai ulang setiap 30 menit (menurut pedoman di partograf). Jika kondisinya tidak membaik dalam waktu satu jam, pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
3.   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
4.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·       Nadi
·       Suhu
·       Cairan vagina
·       Kondisi secara umum
Tanda atau gejala infeksi:
·     Nadi cepat (110 x/menit atau lebih)
·     Suhu lebih dari 38oC
·     Menggigil
·     Air ketuban atau cairan vagina yang berbau
1.   Baringkan miring ke kiri.
2.   Pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
3.   Berikan ampisilin 2 gr atau amoksisilin 2 gr per oral.
4.   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
5.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·       Tekanan darah
·       Urin
·       Keluhan subyektif
·       Kesadaran
·       Kejang
Tanda atau gejala pre-eklampsia ringan:
·     Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg
·     Proteinura hingga 2+
1.   Nilai ulang tekanan darah setiap 15 menit (saat di antara kontraksi atau meneran).
2.   Jika tekanan darah 110 mmHg atau lebih, pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
3.   Baringkan ke kiri.
4.   Lihat penatalaksanaan preeklampsia berat.

Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan

Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia:
·     Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih
·     Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang
·     Nyeri kepala
·     Gangguan penglihatan
·     Kejang (eklampsia)
1.   Baringkan miring ke kiri.
2.   Pasang infus dengan menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
3.   Berikan dosis awal 4 gr MgSO4 20% IV selama 20 menit.
4.   Berikan MgSO4 50%, 10 gr (5 gr IM pada masing-masing bokong)
5.   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
6.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Kontraksi
Tanda-tanda inersia uteri:
·     Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang dari 40 detik.
1.   Anjurkan untuk mengubah posisi dan berjalan-jalan.
2.   Anjurkan untuk minum.
3.   Pecahkan ketuban jika selaput ketuban masih utuh (gunakan setengah Kocher DTT).
4.   Stimulasi puting susu.
5.   Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya.
6.   Jika bayi tidak lahir selama 2 jam meneran (primigravida) atau 1 jam (multigravida), segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
7.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Denyut Jantung Janin
Tanda gawat janin:
·     DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 x/menit, mulai waspada tanda awal gawat janin.
·     DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 x/menit.
1.   Baringkan miring ke kiri, anjurkan ibu untuk menarik nafas panjang perlahan-lahan dan berhenti meneran.
2.   Nilai ulang DJJ setelah 5 menit :
a.    Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring terlentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.
b.   Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
c.    Dampingi ibu ke tempat rujukan.




Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan
Penurunan Kepala Bayi
Kepala bayi tidak turun
1.   Anjurkan untuk meneran sambil jongkok atau berdiri.
2.   Jika bayi tidak lahir setelah 2 jam meneran (primigravida) atau 1 jam meneran (multigravida), ibu dibaringkan miring ke kiri.
3.   Rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
4.   Dampingi ibu ke tempat rujukan
Lahirnya Bahu
Tanda-tanda distosia bahu:
·     Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar.
·     Kepala bayi keluar kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala ‘kura-kura’)
·     Bahu bayi tidak lahir
1.   Lihat Lampiran.
Cairan Ketuban
Tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium:
·     Cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mkonium).
1.   Nilai DJJ :
a.     Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring terlentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.
b.   Jika DJJ tidak normal, tangani sebagai gawat janin (lihat di atas).
2.   Segera setelah kepala bayi lahir, hisap mulut bayi lalu kemudian hidungnya dengan penghisap lendir DeLee DTT atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih sebelum bahu dilahirkan.










Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan
Tali Pusat
Tanda-tanda tali pusat menumbung:
·     Tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam.
1.   Nilai DJJ, jika ada:  
·      Segera ruku ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
·      Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·      Baringkan miring ke kiri dengan pinggul agak naik. Dengan memakai saung tangan DTT atau steril, satu tangan tetap di dalam vagina untuk mengangkat kepala bayi agar tidak menekan tali pusat dan letakkan tangan yang lain di abdomen untuk menahan bayi pada posisinya (keluarga dapat membantu melakukannya).
ATAU
·      Minta ibu berlutut dengan bokong lebih tinggi dari kepalanya. Dengan mengenak sarung tangan DTT atau steril, satu tangan tetap di dalam vagina untuk mengangkat kepala bayi dari tali pusat.
2.   Jika DJJ tidak ada:
·      Beritahukan ibu dan keluarganya.
·      Lahirkan bayi dengan cara yang paling aman.
Tanda-tanda lilitan tali pusat:
·     Tali pusat melilit leher bayi.
1.   Jika tali pusat melilit longgar di leher bayi, lepaskan melewati kepala bayi.
2.   Jika tali pusat melilit erat di leher bayi lakukan penjepitan tali pusat dengan klem di dua tempat kemudian potong diantaranya, kemudian lahirkan bayi dengan segera.
Untuk kehamilan kembar tak terdeteksi
Kehamilan kembar tak terdeteksi
1.   Nilai DJJ.
2.   Jika bayi kedua dengan presentasi kepala dan kepala segera turun, biarkan kelahiran berlangsung seperti bayi pertama.
3.   Jika kondisi-kondisi tersebut tidak terpenuhi, baringkan ibu miring ke kiri.
4.   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
5.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.


5.      Pemantauan Selama Kala Dua Persalinan
Kondisi ibu, bayi dan kemajuan persalinan harus selalu dipantau secara berkala dan ketat selama berlangsungnya kela dua persalinan.

Pantau, periksa dan catat:
·         Nadi ibu setiap 30 menit.
·         Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit.
·         DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit.
·         Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen (periksa luar) dan periksa dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat.
·         Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau darah).
·         Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka.
·         Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir.
·         Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir.
·         Catatkan semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan.



0 komentar:

Posting Komentar